Perawan Remaja Dalam Cengkraman Militer
_Catatan Pulau Buru_
Buku ini ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer, dari nama
pengarangnya yang ditulis menggunakan gaya penulisan jaman dulu ini bisa
dibayangkan ini buku seperti apa. Pikiran kalian mungkin membayangkan buku
dengan latar jaman dulu.
Pramoedya sendiri semasa hidupnya adalah salah satu penulis yang aktif dan menghasilkan lebih dari 50 buah karya yang bahkan telah diterjemahkan dalam bahasa asing. Memang benar, buku ini membahas tentang nasib
gadis-gadis muda yang dipaksa oleh militer Dai Nippon saat jaman penjajahan
Jepang untuk menjadi Jugun Ianfu. Jugun ianfu adalah sebutan untuk para wanita
yang menjadi budak seks tentara jepang.
Para Jugun Ianfu ini ditempatkan didekat pangkalan-pangakalan militer
jepang, Sebagian ada yang di pulau Kalimantan, namun ada juga yang ditempatkan
jauh didaerah terasing, Yakni Pulau Buru.
Buku ini sendiri semacam surat, bisa juga seperti cacatan.
Pramoedya sendiri menulis ini saat dia menjalani masa pengasingan di Pulau Buru
saat itu. Yang membuat saya tertarik dengan buku ini adalah karena mengingatkan
saya dengan salah satu teman saya saat SMP & SMA yang memilki mata sipit
seperti orang Jepang hahaha,, (apa
hubungannya), selain itu ada salah satu stasiun televisi swasta yang membahas
tentang perjuangan para Jugun Ianfu ini untuk memperoleh keadilan. Hal itu yang
membuat saya memutuskan membeli buku ini.
Pramoedya berangkat kepengasingan dipulau Buru pada 16
Agustus 1969, Pulau Buru saat itu penduduk aslinya masih menjalani kehidupan
yang sangat kental nuansa adatnya. Penduduk aslinya yaitu suku Alfuru yang masih primitif dan
setengah Nomad hidup jauh dipedalaman hutan. Nah, dimasa pembuangannya inilah,
Pramoedya bertemu para Jugun ianfu yang tidak diketahui nasibnya sejak Jepang
menyerah pada tahun 1954 dan meninggalkan Jugun Ianfu ini begitu saja di Pulau
Buru yang terasing. Para Jugun Ianfu Ianfu ini semuanya telah lanjut usia dan
menjadi nenek-nenek namun gurat kecantikan mereka dimasa muda terlihat diantara
kejadian traumatis yang menimpa mereka saat Tentara Jepang menipu mereka dengan
mengatakan kepada orang tua mereka bahwa para perawan itu akan disekolahkan ke
Singapura (di iming-imingi untuk menjadi bidan dan perawat). Tanpa mereka tahu
yang sebenarnya, para Perawan Muda tersebut akhirnya dijemput dari rumah orang
tua mereka dan mereka akhirnya malah dijadikan pemuas nafsu para tentara
tersebut. Mereka dikurung dalam bilik-bilik sederhana, digilir siang dan malam.
Kebanyakan dari Jugun Ianfu ini adalah putri-putri kaum bangsawan serta
gadis-gadis bependidikan yang telah mengeyam pendidikan dibangku SD. Mereka
juga memiliki kecantikan diatas rata-rata. Jepang memilih mereka, karena
gadis-gadis dari kelurga miskin dan tidak berpendidikan tidak bisa dijamin
kesehatannya.
Nah, Saat Jepang kalah dari Sekutu, Jugun Ianfu ini
ditinggalkan begitu saja. Banyak dari mereka yang memilih untuk tidak kembali
keorang tua mereka karena malu dan akhirnya memutuskan untuk menetap disuatu
wilayah. Sayangnya, berbeda dengan nasib para Jugun Ianfu di Pulau Buru, Mereka
malah ditangkap oleh lelaki dari suku pedalaman di daerah tersebut dan
menjadikan mereka istrinya. Sialnya lagi kaum wanita di Suku-suku itu
menganggap wanita adalah harta dan barang yang bisa diwariskan dan dijual serta
dibeli oleh orang lain. Wanita-wanita malang itu akhirnya hidup terasing
dipedalaman hutan Pulau Buru.
Satu persatu, Pramoedya mendatangi keluarga-keluarga yang
terasing itu di Pedalaman hutan dengan meminta bantuan seorang mantri dan
penduduk lokal yang telah maju (sebagian telah masuk islam). Dengan mengikuti
seorang Mantri yang rutin datang ke dalam hutan untuk sekedar mengobati dan
membagikan obat bagi penduduk suku pedalaman tersebut, mulai lah Petualangan
Pramoedya menyisir kisah kelam Jugun Ianfu ini. Hanya saja beberapa pertemuan
tak disengajanya yang terjadi sekitar tahun 1972 dan 1973 dengan perempuan
perempuan malang ini tidak semuanya mendapat dukungan para suami mereka yang
dari Suku Alfuru asli. Para Suami ini takut istri-istri meraka akan
meninggalkan mereka kembali ke Jawa, selain itu pandangan mereka bahwa istri
adalah harta bagi suami, sama dengan harta lainnya yang bisa dipertukarkan,
dijual, diwariskan kepada adik atau anak membuat mereka memperketat pengawalan
terhadap para wanita bekas Jugun Ianfu ini. Sekali, Pramoedya bertemu dan
sempat berbicara dengan seorang Jugun ianfu yang telah lanjut usia. Jugun Ianfu
ini menceritakan bagaimana dia digilir paksa oleh tentara Jepang dengan kejam
dan biadab, selain itu dia Juga menceritakan tentang kerinduannya dengan
kampung halaman, ayah ibu serta keluarganya. Keinginannya untuk pulang kembali
ke Jawa, namun dia malu dengan kondisi dirinya. Juga dia tidak bisa pergi
begitu saja karena dia telah di Sumpah Adat dan telah menjadi bagian dari suku
Alfuru. Sungguh Tragis, mereka ditipu, diculik tentara Jepang untuk jadi pemuas
nafsu lalu kembali mengalami hal yang sama namun ini dilakukan oleh
lelaki-lelaki suku Pedalaman. ini sebuah Ironi yang menyakitkan.
Dari berbagai Kesempatan, Pramoedya juga akhirnya bertemu
langsung dengan bibinya sendiri yang juga menjadi korban tentara Jepang, Ibu
Siti F. Ibu Siti F dan ayah Pramoedya adalah anak dari Asisten Wedana Subang.
Namun, saat pertemuan itu Ibu Siti F telah memulai kehidupan yang baru
dengan seorang lelaki Alfuru, hanya saja
nasibnya cukup mujur karena suaminya cukup terpandang dari gaya yang senang
memakai baju batik. Sama seperti mantan Jugun Ianfu lainnya, Ibu Siti F juga
tidak mau menceritakan semua detil-detil saat dia dipaksa menjadi Jugun Ianfu,
hanya beberapa. Dia masih sangat tertutup, Mungkin masih malu dan trauma. Dia
Juga menolak untuk kembali ke Tanah Kelahirannya.
Beberapa Jugun Ianfu lainnya juga diceritakan oleh Pramoedya
dalam cacatannya. Sebenarnya bukan hanya dipulau Buru saja, para Jugun Ianfu
ini terlantar, ada yang ditinggalkan begitu saja di Kalimantan dan
tempat-tempat lokalisasi khusus untuk mereka. Jugun Ianfu ini adalah korban
nyata perang, mereka tidak ingin hidup menjadi Jugun Ianfu, namun jepangllah
yang memaksa mereka. Selain para perawan dari Indonesia, Jugun Ianfu juga
didatangkan dari China, Korea dan beberapa Negara lainnya. bahkan didalam buku
ini aku sempat membaca seorang Jugun Ianfu dari korea telah dibawa masuk
kepedalaman hutan oleh lelaki Suku Alfuru, aku membayangkan betapa girangnya
lelaki-lelaki suku tersebut, saat mendapati ada beberapa wanita malang yang
terlantar di pulau itu yang karena sebagian besar mereka berwajah cantik,
berkulit mulus pastilah lelaki primitif ini tidak akan membiarkan kesempatan
itu terbuang sia-sia dan lalu membawa mereka (entahlah secara paksa atau tidak)
masuk kedalam hutan.
Untungnya sekarang orang-orang dipulau Buru sudah modern.
Mereka sudah terbuka dengan perubahan. Dan seperti yang kita tahu, cacatan
Pramoedya ini ditulis 42 tahun yang lalu, dan mungkin para Jugun Ianfu ini
beberapa telah meninggal dunia. Walaupun mulut mereka untuk berbicara telah
tertutup untuk selamanya, namun kisah-kisah mereka tetap menjadi luka untuk
bangsa ini. Mengingatkan kita akan kemalangan gadis-gadis seumuran kita yang
menjalani hidup dengan rasa malu, penderitaan dan trauma yang mendalam.
Seperti Tulisan Di belakang sampul buku ini
“...kalian para perawan remaja, telah aku susun surat ini untuk
kalian, bukan saja agar kalian tahu tentang nasib buruk yang biasa menimpa para
gadis seumur kalian, juga agar kalian punya perhatian terhadap sejenis kalian
yang mengalami kemalangan itu..... surat kepada kalian ini juga semacam
pernyataan protes sekalipun kejadiannya telah puluhan tahun lewat...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar