Meskipun ilmu pengetahuan telah berkembang dan
perjalanan ke ruang angkasa dimungkinkan, tapi manusia masih merupakan
mahluk kecil di depan kekuatan alam. Mereka begitu mudah diruntuhkan
oleh satu kali badai topan saja walaupun sudah diperkirakan dan
melakukan pencegahan. Maka, kita dapat membayangkan betapa takutnya
masyarakat kuno akan perubahan alam. Namun, mereka tidak menyerah begitu
saja dan mencari jalan keluarnya dengan satu kepercayaan, ada kekuatan
gaib yang mengontrol alam. Dari kepercayaan itu, muncul perdukunan dan
satu upacara ritual yang disebut 'Gut'. Meskipun Gut itu dianggap juga
sebagai takhayul, tapi melalui hal itu, orang-orang dapat bersatu dan
mendapat kekuatan untuk mengatasi kesulitan. Pada upacara ritual
perdukunan itu, seorang dukun mempersembahkan lagu dan tarian bersama
dengan sesajen kepada dewa. Oleh karena itu, seorang dukun yang
melakukan upacara ritual itu dianggap sebagai seniman besar.
Kim Geum-hwa adalah seorang dukun dan dia ditetapkan untuk Warisan Budaya Penting Non-Bendawi No 82-2 sebagai pemegang seni Gut Daedong dan Gut Baeyeonsingut di pantai barat. Upacara ritual perdukunan yang disebut "Baeyeonsingut" yang diselenggarakan di wilayah pantai barat dilakukan oleh dukun pada bulan Januari atau Februari imlek atas permintaan dari pemilik kapal. Seorang dukun mengundang dewa penjaga desa, lalu memusnahkan unsur-unsur malang. Kemudian, dia mengundang dewa-dewa lain dan berdoa kepadanya agar banyak ikan ditangkap sepanjang tahun tanpa kesulitan apapun. Kim Geum-hwa yang telah mewariskan ritus tersebut lahir di Yeonbaengri, Provinsi Hwanghae pada tahun 1931. Dengan menerima Naerimgut, atau ritus inisiasi dari nenek dari ibunya yang juga bergiat sebagai seorang dukun, Kim Geum-hwa menjadi dukun dan mengikuti profesi keluarga. Kemudian, dia juga menguasai upacara ritual perdukunan lainnya seperti Baeyeonsingut dan Daedonggut dari dukun terkenal yang melakukan upacara ritual publik nasional. Selama Perang Korea, dia menderita segala macam kesulitan oleh Tentara Rakyat Korea Utara dengan alasan menipu dunia dan rakyat. Dia terus bertahan terhadap penghinaan dan cemoohan dalam masa modernisasi saat menghapuskan takhayul. Namun pada awal tahun 1970, dia memenangkan penghargaan aktris terbaik pada Lomba Kesenian Rakyat Nasional dengan melakukan Haeju Janggungut. Melalui prestasinya itu, dia mulai mempromosikan kesenian upacara ritual perdukunan kepada publik. Pada tahun 1982, dia sempat menarik perhatian warga dunia dengan melakukan ritus tradisional di Museum Smithsonian di Washington DC, Amerika Serikat sebagai bagian dari acara peringatan merayakan ulang tahun ke-100 hubungan diplomatik antara Korea Selatan dan Amerika Serikat. Pada saat itu, acara yang sangat diminati oleh penonton dari seluruh dunia adalah kinerja disebut 'Jakdutagi' yang merupakan tarian Shamanistik di atas pisau pemotong jerami. Jakdutagi ini juga merupakan ciri khas utama dari Gut atau ritus perdukunan Provinsi Hwanghae.
Jika memperhatikan proses bagaimana orang-orang yang berlatar belakang berbeda dan hidup di lingkungan lain, hal itu bisa menjadi satu melalui lagu dan tarian, kiranya budaya ritus perdukunan itu lebih diperlukan dalam masyarakat modern. Seusai ritus Baeyeonsingut, para pelaut menuju laut luas dengan bernyanyi Sori. Nyanyian Sori mereka yang dilindungi oleh dewa-dewa terkandung keyakinan yang tidak akan ditekan kekuatan alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar